Kamis, 08 Oktober 2015

DIAGNOSIS KESULITAN BELAJAR
Konsep Dasar Diagnostik Kesulitan Belajar
 A.Pengertian Diagnosis
            Diagnosis merupakan istilah teknis (terminology) yang kita adopsi dari bidang medis.    Menurut Thorndike dan Hagen (1955:530-532), diagnosis dapat diartikan sebagai:
  1. Upaya atau proses menemukan kelemahan atau penyakit (weakness, disease) apa yang di alami seseorang dengan melalui pengujin dan studi yang saksama mengenai gejala-gejalanya (symptons);
  2. Studi yang saksama terhadap fakta tentang suatu hal untuk menemukan karakteristik atau kesalahan-kesalahan dan sebagainya yang esensial;
  3. Keputusan yang dicapai yang dicapai setelah dilakukan suatu studi yang saksama atas gejala-gejala atau fakta tentang suatu hal.
Dari ketiga pengertian di atas, dapat kita maklumi bahwa di dalam konsep diagnosis, secara implicit telah tersimpul pula konsep prognosisnya. Dengan demikian, di dalam pekerjaan diagnostic bukan hanya sekedar mengidentifikasi jenis dan karakteristiknya, serta latar belakang dari suatu kelemahan atau penyakit tertentu, melainkan juga menimplikasikan suatu upaya untuk meramalkan (predicting) kemungkinan dan menyarankan tindakan pemecahannya.[1]
B. Pengertian kesulitan belajar
Menurut Burton (1952:622-624) mengidentifikasi seorang siswa dapat dipandang atau dapat diduga mengalami kesulitan belajar kalau yang bersangkutan menunjukkan kegagalan (failure) tertentu dalam mencapai tujuan-tujuan belajarnya. Kegagalan belajar didefinisikan oleh Burton sebagai berikut:
  1. Siswa dikatakan gagal jika dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan (level of mastery) minimal dalam pelajaran tertentu.
  2. Siswa dikatakan gagal jika yang bersangkutan tidak dapat mengerjakan atau mencapai prestasi yang semestinya (berdasarkan ukuran tingkat kemampuannya; inteligensi, bakat).
  3. Siswa dikatakan gagal jika bersangkutan tidak dapat mewujudkan tugas-tugas perkembangan, termasuk penyesuaian social sesuai dengan pola organismiknya pada fase perkembangan tertentu.
  4. Siswa dikatakan gagal jika yang bersangkutan tidak berhasil mencapai tingkat penguasaan yang diperlukan sebagai prasyarat bagi kelanjutan pada tingkat pelajaran berikutnya.
Dari keempat definisi di atas, dapat kita simpulkan bahwa seorang siswa diduga mengalami kesulitan belajar kalau yang bersangkutan tidak berhasil mencapai taraf kwalitas hasil belajar tertentu (berdasarkan ukuran criteria keberhasilan atau ukuran tingkat kapasitas atau kemampuan dalam program pelajaran time allowed dan atau tingkat perkembangannya).
C. Diagnostik Kesulitan Belajar
Dengan mengkaitkan kedua pengertian dasar diatas, kita dapat mendefinisikan diagnostic kesulitan belajar sebagai suatu proses upaya untuk memahami jenis dan karakteristik serta latar belakang kesulitan-kesuliatn belajar dengan menghimpun dan mempergunakan berbagai data/informasi selengkap dan subyektif mungkin sehingga memungkinkan untuk mengambil kesimpulan dan keputusan serta mencari alternative kemungkinan pemecahannya.
D. Prosedur dan Teknik Diagnostik Kesulitan Belajar
Secara umum langkah-langkah pelaksanakan diagnostic kesulitan belajar selaras dengan langkah-langkah pelaksanaan bimbingan belajar. Namun secara khusus, langkah-langkah diagnostic kesulitan belajar itu dapat diperinci lebih lanjut, mengingat pada hakikatnya hanya merupakan salah satu bagian atau jenis layanan bimbingan belajar.
Burton (1952:640-652) mengatakan berdasarkan kepada teknik dan instrument yang digunakan dalam pelaksanaannya sebagai berikut:
  • General Diagnosis
Pada tahap ini lazim dipergunakan tes baku, seperti yang dipergunakan untuk evaluasi dan pengukuran psikologis dan hasil belajar. Sasarannya untuk menemukan saipakah siswa yang diduga mengalami kelemahan tertentu.
  • Analystic Diagnostic
Pada tahap ini yang lazimnya digunakan adalah tes diagnostic. Sasarannya untuk mengetahui dimana letak kelemahan tersebut.
  • Psychological diagnosis
Pada tahap ini teknik pendekatan dan instrument yang digunakan antara lain:
(a)    Observasi (observation);
(b)   Analisis karya tulis (analysis of written work);
(c)    Analisis proses dan respons lisan (analysis of oral responses and account of procedures);
(d)   Analisis berbagai catata objektif (analysis of objectives record of various types);
(e)    Wawancara (interview);
(f)    Pendekatan laboratories dan klinis (laboratory and clinical methods);
(g)   Studi kasus (case studies);

Tidak ada komentar:

Posting Komentar